Tuesday, May 14, 2019

Mendua

Capek..

Image result for exhausted quote

1 kata yang mungkin menggambarkan perasaan gue saat ini..

Nikah muda karna terpaksa a.k.a married by accident ternyata bukan hal yang bisa disepelekan untuk orang yang masih di usia muda..

Kalau sudah sama - sama dewasa, ya mungkin akan lebih dewasa juga menyikapi dan menjalani nya..

Kalau masih sama - sama 'bocah bau kencur', yaaa mau gimana wong 'nasi sudah jadi bubur'..

Bukan mau mengeluh..

Bukan bermaksud tidak bersyukur..

Dapat suami yang tidak pernah marah setiap kali emosi, melainkan diam..

Harus gimana ya nyikapinnya? bahagia? bersyukur? atau justru capek hati?

Gue sih jujur lebih capek hati kayanya..

Berasa dianggep tembok cyynnn..

Jenuh..

Image result for jenuh quote

Mungkin saat ini itu kata yang paling tepat menggambarkan perasaan suami gue saat ini..

Entah mula nya dari mana, tapi gue yakin 100% dia sedang jenuh sama gue saat ini..

Bukan sekedar jenuh fisik, tapi jenuh hati mungkin sama gue..

Kenapa gue bisa mikir gitu?

Orang pasti fikir gue lebay, 'ah bawaan hamil aja x, hormon lu, bawaannya baper'..

bitch, please.. dari sebelum hamil juga gue udah yakin dia ada jenuh dan mungkin 'malu'..

Karna gue yang hampir 24 jam sama dia, ya bisa dibilang gue yang paling tau dia kaya apa..

Perubahan drastis yang gue rasain, hati perempuan mana bisa diboongin sih..

Tau sendiri perempuan kalau udah beraksi basic instinct  nya bisa ngalahin CIA ama FBI..

Kalau aja dia mau mikir sedikit 'duh fisik gue berubah karna lahirin anak lu loh'..

Hey, kalian laki - laki, pernah mikir gitu ga sih?

Mendua..

Image result for mendua quote

Mendua dengan diri sendiri bisa termasuk mendua gak sih?

Sumpah serius nanya..

Suami gue sih alhamdulillah sampai saat ini engga ada yang namanya main perempuan..

Tapi dengan cara dia gak pernah ngaku udah merried tiap kali di tanya orang dan kelakuan dia yang akhir - akhir ini lebih asik dengan dirinya sendiri, bukannya itu udah masuk kategori mendua ya?

Mungkin bener gue baper..

Mungkin bener gue lebay.. whatever you call it lah..

Tapi coba deh, kalian yang perempuan bayangin sebentar jadi gue..

Nikah disaat belum siap, jadi ibu karbitan modal searching google..

Masih harus lanjut kuliah, walaupun pada akhirnya gak bisa wujudin keinginan orang tua untuk jadi PNS (fyi agak susah udh merit mau ikut CPNS)..

Alhamdulillah, walaupun gak jadi PNS masih keterima di perusahaan swasta..

Ya namanya perempuan kerja, udah stress dikantor, capek urus anak di rumah, kudu pinter ngatur uang dan segala macam expense bulanan, ditambah PMS pula tiap bulan..

Wajar gak sih kalau kita ngeluh?

Wajar gak sih kalau kita pengen di sayang di  manja-manja saat pulang?

Wajar gak sih gue mengharap 'cukup gue aja yang jadi pusat perhatian dan kasih sayang lu?'

Padahal, kalau aja kalian para laki - laki mau mikir sedikit perasaan kita, 'duh.. gue ga bisa lanjutin mimpi gue dan lebih milih untuk fokus ke masa depan rumah tangga & demi ngurus anak - anak lu loh, masa gue ga boleh dapet sedikit penghargaan berupa perhatian dari lu?'

Huftt...

Kondisi saat ini suami gue gak kerja kantoran, tapi kerja jadi driver ojol sambil kuliah.

Gue gak pernah malu tuh, dan gue gak pernah ngeluh dengan kondisi ekonomi yang ya you know lah ya, penghasilan dari ojol dan masih harus fikirin biaya kuliah gimana..

Gak! gue ga pernah perhitungan kalaupun segala macam biaya harus gue yang nanggung..

Tapi setega itu dia gak ngakuin gue depan temen-temen kuliahnya? Sampai ada temen kuliah yang caper parah karna ngira dia masih single..

Sejauh ini gue ga marah..

Engga

Belum

Tapi lama - lama kok sedih ya..

Ditambah kenyataan dia lebih asik sama dirinya sendiri dibanding sama gue..

Gue lumayan orang yang berfikiran terbuka soal apapun, termasuk soal sex..

Gue ga pernah ngelarang dia untuk nonton blue movie asalkan nontonnya sama gue, itung - itung pemanasan kan..

Tapi akhir - akhir dia lebih suka nonton sendiri, bahkan untuk 'nyentuh' gue pun harus gue suru..

Salah gak sih kondisi kalau terus - terusan kaya gini?

Buat gue sih salah ya.. Karna buat gue, kebutuhan sex itu ga bisa disepelein loh..

Berawal dari sex bisa menjalar kemana-mana.. Terutama, hawa gak enak di rumah, akhirnya lebih nyaman sama orang lain, dan ujung-ujungnya selingkuh atau jajan.. Basi tau gak siklus rumah tangga kaya gitu! Udah keseringan ada di sinetron..

Kenapa ga dibicarain baik - baik?

Udah.

Dan seperti biasa suami cuma diem..

Ah, lelah hayati bang..

Apa kita perlu mengambil sedetik waktu luang?

Semenit?

Seminggu?

Selamanya?

~Jakarta, 15 Mei 2019~

Wednesday, October 17, 2018

Curahan Hati Seorang Istri

Part One

"Bukan aku takut menghadapi dunia itu, aku hanya takut pada kenyataan bahwa dulu aku bagian dari dunia itu"
Bandung, 28 September 2018.

Bagaimana aku bisa mempercayakan seluruh kehidupanku, masa depan ku, anak - anak ku pada satu orang yang bahkan tidak bisa menjaga kata - katanya. Pertanyaan itu selalu muncul setiap kali aku mengingat kejadian itu. Rasa sesak di dada yang sepertinya tidak akan hilang dalam waktu dekat, selalu datang seiring kenangan buruk yang terjadi hari itu. Acara yang seharusnya menyenangkan, penuh canda tawa, lepas dari segala tetek bengek "pekerjaan", berubah menjadi acara mengerikan yang akan membuat semua orang berfikir ulang tentang bagaimana aku sebenarnya. 

Bukan aku seratus persen menyalahkanmu. Akupun salah karna mengizinkanmu bergabung dengan dunia itu. Tapi sejujurnya niatan hatiku adalah setidaknya kau dapat bernafas lega sejenak. Bersenang-senang. Tanpa aku. Tapi bukan berarti aku mengizinkan mu untuk membuka hati dan dirimu bagi sembarang orang!

Itu akan melukai hati ku. Bukan kah kau yang seharusnya paling mengerti aku?

Menyakitkan memang. Tapi apa kau paham apa yang paling menyakitkan dari semua ini? Kenyataan bahwa aku dulu merupakan bagian dari dunia sial ini, itu yang paling menyakiti hati ku. Ingin aku menangis, tapi apa guna? Kita tidak akan pernah bisa merubah masa lalu, meskipun aku sangat ingin, dan bahkan rela melakukan apapun untuk merubah masa lalu itu. 

Tiap kali kau terlelap, hati ku menjerit, sisi ego dan sisi manusiawi ku bertarung. Entah mana yang paling benar. Aku hanya seorang istri yang serba kekurangan, yang mengharapkan kesempurnaan yang semu dengan harga yang terlampau murah. 

Masih sempatkah aku menawar?

Menawar kemurahan hati mu untuk menerimaku apa adanya. Menawar untuk menenangkan ku setiap kali kau berbuat salah, kemudian aku marah dan mengatakan "Tidak apa-apa, aku memaafkan mu dan masa lalu mu. Kesalahan ku ini tidak ada sangkut paut nya dengan karma dari masa lalu atau hal bodoh apapun yang pernah kau lakukan dulu. Maafkan aku".

Haha.. ironis..

~ ~ ~

Part Two

"Dan kekecewaan itu akhirnya menghampiri. Sebuah permintaan sederhana yang tak kan pernah mampu untuk ku penuhi. Sebuah pisau bermata dua, yang sedikit demi sedikit mencari celah diantara kita"
Tangerang, 27 Oktober 2018.

Malam itu adalah malam yang cukup menyenangkan. Aku tidur dipangkuanmu yang saat itu sedang seru memainkan permainan, dan anak kita sudah mulai terbuai terlelap dalam mimpi. Hujan yang turun menambah kesan damai bersamaan dengan rasa syukur atas setiap tetesnya. 

Disela permainan yang engkau mainkan, sesekali ku kecup bibir hangat mu yang mulai mengoceh tidak karuan. Ku akui, kau terlihat sangat menggemaskan saat memainkan permainan. Ku nikmati setiap ekspresi yang kau luapkan. Senang. Marah. kesal. Senang lagi. Kesal lagi.

Ahh... Betapa hangat nya hati ku saat itu.

Lalu tanpa peringatan sebelumnya, kau ucapkan sebuah permintaan kepada ku. Hanya sebuah pengandaian, kau bilang. Sambil tersenyum, seakan malu sebenarnya untuk mengakui, kau jelaskan secara terperinci apa yang kau inginkan sebenarnya.

Tanpa tahu harus bereaksi seperti apa, aku tertawa. Padahal dalam hati aku ingin menangis. 

Aku tahu. Betapa beruntungnya aku memiliki orang sepertimu yang mampu menerima semua kekurangan ku. Kekurangan yang mungkin banyak lelaki tidak ingin menanggungnya. Selama ini aku tahu, dibalik rasa syukur itu, aku masih merasa ragu. Akan kah suatu saat kekurangan ku menjadi alasan kepergian mu? Akan kah suatu saat kekurangan ku membuat mu merasa berhak untuk mencari nya dari sosok wanita lain? 

Maaf. Hati yang mendua akan menjadi suatu beban yang tak kan mampu untuk ku pikul.

~ ~ ~

Part Three

"Ketika kekosongan datang melanda, bersediakah kau jadi warna?"

Jakarta, 02 November 2018.

Sentuh aku.

Peluk aku.

Biarkan kehangatan tubuh mu menyerap menembus kulit ku.

Biarkan aku merasakan cinta yang tulus dari setiap sentuhan lembutmu.

Bisa kah?

Boleh kah?

Atau sudah tak ada ketertarikan yang tersisa?

~ ~ ~

Tuesday, September 11, 2018

Nikah Muda? Yay or Nay?

Nikah? Siapa sih yang gak mau?

Apa sih "Pernikahan" itu?

Kalau kata mbah Wiki : Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. 

Sedangkan menurut Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan : Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.

Intinya buat gue, pernikahan itu prosesi menyatukan dua orang dan dua keluarga dalam suatu ikatan fisik maupun emosional yang disahkan oleh agama maupun negara dan untuk bahu membahu demi masa depan yang lebih baik.

Kenapa gue tekankan kalimat "dua keluarga" dan "masa depan"?

Yap! Gue paham, cewe modern masa kini pasti mikir, ah, nanti setelah nikah ga mau gabung sama orang tua. pengen pernikahan yang bebas campur tangan orang tua. ga mau diatur orang tua. pengen simple. gak mau ribet. etc.

Sharing dari pengalaman pribadi gue, jujur gue nikah karna "terpaksa", atau bahasa kerennya MBA gitu ya. Dan gue sharing kaya gini bukan karna bangga, atau merasa hebat karna pernah bandel atau apa. Big NO! Justru gue berharap dengan gue sharing, kalian para cewe - cewe jadi mikir berkali - kali kalau ada cowo yang "ngajak lebih" sebelum saatnya. Gue nikah di usia 19 tahun kurang beberapa hari hehe.. Too young, actually.

Dan, ya, pernikahan gue digelar dalam cara yang sederhana dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Karna waktu yang singkat, kedua orang tua gue bener - bener berperan banyak ngurus segala sesuatu nya. Mulai dari nyogok orang kelurahan biar bisa keluarin Surat Numpang Nikah tanpa embel embel RT RW, ngurus ke KUA, Selamatan, sampai Ijab - Kabul ke dua kalinya setelah anak gue lahir (Fyi, agama gue islam, dan dalam islam perempuan hamil seharusnya gak boleh nikah).

Untuk yang nikah normal dengan budget besar sih gampang, tinggal sewa WO, orang tua tinggal duduk manis. Oke, itu fine. Tapi, normalnya pakai WO sekalipun kedua pihak keluarga pasti punya kemauan dan kepentingan masing-masing. Dan, itu adalah hal yang bakal bisa dihindarin. Terutama saat kalian masuk ke proses kehamilan dan lahiran. Kalau calon mertua kalian satu suku (gue ga maksud untuk rasis, tapi pada kenyataannya Indonesia memang terdiri dari banyak suku, dan masing-masing suku pasti punya adat yang berbeda dalam setiap aspek kehidupan), fine, akan lancar karna adat dan cara yang akan kalian hadapin pasti sesuai dengan kemauan mereka. Sebaliknya, kalau beda suku dan kedua pihak sama-sama keukeuh a.k.a keras kepala, habis sudah hehehe..

Lanjut bicara soal Masa Depan. Buat gue alasan utama manusia melangsungkan pernikahan ya untuk masa depan yang lebih baik, mulai dari keturunan, keuangan, kebahagiaan. Jadi inget lagu lama Taylor Swift dan Boys Like Girls yang judulnya Two is Better Than One, bener banget bahwa ngelakuin apapun berdua sama orang yang kita suka pasti lebih asik, lebih mudah, dan lebih oke hasilnya. Sekalipun gagal, seenggaknya kegagalan itu dihadapin sama-sama.

Nah, kalau, dalam masa pacaran ini 'Calon Suami' kalian keliatan belum punya visi misi untuk masa depan, belum bisa diajak 'berjuang' bersama demi masa depan, mending pending dulu deh rencana nikah muda nya. Karna, kalau calon kalian belum punya pemikiran kedepan, setelah menikah, setelah menikmati indahnya jadi suami-isteri muda, kalian akan bingung dan lama-lama akan jenuh, gini doang nih nikah? Dan yang terburuk adalah, tanpa visi misi, setelah kalian jenuh kalian akan mulai main - main dengan api alias cari sesuatu yang lebih fun dengan cara selingkuh lah, cari pelarian ke temen lah, mulai males pulang ke rumah lah. Duh.. Jangan sampai ya..

Sharing lagi dari pengalaman pribadi gue yang nikah diumur 19 tahun, gue dan suami sama sama lahiran tahun 1995. Kita dulunya satu SMP, walaupun baru bener - bener deket waktu jaman kuliah. Waktu itu, posisi nya suami gue cuma lulusan SMA dan langsung kerja. Seperti yang kalian tau lah ya, sekarang ini lulusan sarjana aja cari kerja susah, apalagi yang SMA, boro-boro mengharapkan kerja enak, udah dapet kerja aja udah bersyukur. Suami gue kerja di toko elektronik sebagai kurir,  untuk antar spare part mesin mesin pabrik, which mean gajinya ga besar dan pada saat itu cuma cukup untuk diri sendiri.

Dengan umur yang begitu muda, gue dan suami gue memang masih berfikiran seperti pada remaja pada umumnya, yang cuman mau have fun, gak mau ribet, gak mau denger anak nangis rewel. Tapi dengan status sebagai "SUAMI, ISTRI, dan ORANG TUA" mau gak mau membuat fikiran dan sikap kita dipaksa untuk menjadi dewasa. Dewasa Karbitan lah ya bisa dibilang. Di masa - masa awal nikah, kita sama sekali gak ada fikiran, mau dibawa kemana rumah tangga kita? Yang ada difikiran gue saat itu, gimana caranya gue bisa secepatnya lulus kuliah supaya orang tua gue ga kecewa - kecewa amat, that's it.

Seiring berjalannya waktu, suami gue mulai sedikit berubah. Dari tadinya kita nikmatin masa-masa nikah yang seru khas anak muda, jadi ke rutinitas 'suami istri' yang membosankan, yang cuma pagi antar gue kuliah, terus kerja, balik malem tidur. Gitu aja terus sampai negara api menyerang, kalah balik lagi, nyerang lagi. Karna saat itu pernikahan kita tanpa visi misi, semua jadi terasa hampa. Dan disini lah perlunya kedewasaan kedua pihak, untuk merencakan dan merealisasikan masa depan bersama.

Saat ini, kita udah nikah hampir 4 tahun. Setelah lulus kuliah, gue sempet kerja di salah satu perusahaan asing di Jakarta Selatan, tapi karna ga betah, gue memutuskan untuk resign dan saat ini kerja di perusahaan kecil tapi alhamdulillah banyak keuntungan yang gue dapet, selain dari segi materil, perusahaan gue saat ini dekat dari rumah, jadi gue ga terlalu khawatir sama anak yang gue titipin ke mama. Dan saat ini, suami gue melanjutkan study nya di salah satu universitas swasta yang lumayan oke. Walaupun harus ngiket pinggang dengan ketat demi bayar biaya kuliah, gue dan suami berharap dengan dia kuliah masa depan kita sekeluarga akan lebih baik. Serta gue berharap, dengan pergaulan yang lebih luas, suami gue bisa melepaskan 'hasrat masa muda' yang harusnya dia habiskan tanpa gangguan dari 'beban rumah tangga' dan kedepannya akan menjadi pribadi yang lebih matang lagi.

Ada beberapa special case yang gue temuin seputar 'dilema nikah muda', salah satunya terjadi di kehidupan temen kantor gue. Dari awal masuk, dia selalu bilang mau nikah muda, tapi kenyataannya sampai saat ini gue tulis blog ini belum juga direalisasikan. Sekilas orang yang dengar curhatan temen gue ini akan bilang dia lebay, pengen buru-buru nikah tapi masih suka jalan sama cowo yang berbeda, pengen buru-buru nikah kuliah aja gak selesai-selesai. Setelah gue perhatiin, ternyata ini anak bisa dibilang broken home, nyokapnya baru aja setahun meninggal, rumah yang dibeli dengan susah payah sama nyokap nya ini mau dikuasain sama bokap dan istri satunya, disisi lain adiknya juga gak banyak membantu. Jadi dia butuh perhatian dan cari perlindungan gitu, mungkin dengan harapan semakin cepat dia nikah, semakin dia lepas dari beban keluarganya.

So, have you decided yet? Mau nikah muda? Atau tunggu nanti?

Point terpentingnya adalah :


  1. Selesaikan dulu study kalian dalam jenjang apapun itu, ingat pendidikan itu sangat penting, kalian gak mau kan nanti ngurus anak tanpa pendidikan yang oke? Semakin cerdas orang tuanya, anaknya juga pasti akan cerdas dan wawasannya luas. 
  2. Restu dari kedua orang tua. Kalau di awal kedua pihak keluarga udah oke dengan pernikahan muda kalian, sudah saling kenal, mudah-mudahan kesananya gak akan ada masalah yang berarti.
  3. Jangan cuma nikah muda karna ikut-ikutan trend. Artis, selebgram, temen - temen pada nikah muda, kalian juga jadi pengen. Jangan sampai, mereka nikah muda terus cerai muda dan kalian ikutan juga.
  4. Pastikan pasangan kalian memang siap, dan punya visi misi seperti yang gue bilang. Visi misi gak selalu harus punya rumah, harus hidup mewah, bisa liburan, bisa sekolahin anak sampe ke luar negeri, seenggaknya harus tau mau dibawa kemana rumah tangga kalian? Yang adem ayem kah, yang Sakinah Mawaddah Wa Rahmah yang tujuannya akhirat, yang seru setiap waktu kah. (Walaupun yang gue sebutin sebelumnya emang penting juga hehehe..) Dan jangan sampai sudah nikah tapi apa - apa masih merengek ke orang tua.
  5. Kalau usia kalian udah cukup tapi memang belum dapat pasangan, just remember negara maju aja rata-rata nikah diusia 30an ke atas dan mereka lebih mapan dari segala aspek karna memang secara psikologi sudah matang secara sempurna, jangan dengerin emak - emak tetangga yang suka ngegosipin perawan tua atau apa, fuck, kapan Indonesia maju kalau emak - emak itu hanya bisa ngegosip bukannya berkarya.


Apapun pilihannya, nikah muda atau nikah nanti, mudah-mudahan kita bisa selalu menghadapi segala rintangan yang menanti dibalik indahnya pernikahan itu sendiri. See you guys on my next unimportant post :)